Djogja masih berdebu sebagai afek kiriman abu vulkanik hasil erupsi gunung kelud sekitar 2 pekan lalu... Hari ini motor saya sedikit bersenggolan dengan 2 orang pria yang sedang berboncengan. Saya langsung meminta maaf, walaupun saya rasa kami sama-sama melakukan kesalahan waktu itu. Tapi entah kenapa sang pengendara ini tidak terima dengan kejadian itu dan menuntut saya, padahal sama sekali tak ada kerusakan baik pada motor saya ataupun dia.
Untuk kedua kalinya saya kembali meminta maaf dan meminta kerendahan hatinya, namun sama sekali tak diindahkan, malah dia semakin nyolot dan lebih parahnya saya diajak berantem (berduel).
Tentu saja saya menolak karna merasa masalah ini terlalu sepele dan masih bisa diselesaikan dengan damai. Namun si pengendara ini terus mendesak walaupun teman yang diboncengnya berusaha menenangkan. Sayapun masih tenang dan berusaha berlalu tapi motor saya tetap saja dihadang. Saya sedikit memaksa hingga akhirnyapun lolos.
Baru beberapa meter saya berlalu, terdengar suara si pengendara ini menyahut keras dari belakang dan itu ditujukan untuk menghina ibu saya. Saat mendengar hinaan itu saya sangat marah, dan darah ini rasanya mendidih seketika. Saya sangat tidak terima saat ibu saya yang dilecehkan. Kesabaran ini rasanya habis hingga akhirnya saya berbalik arah.
Setelah berada tepat didepan si pengendara, saya turun dari motor dan mengajaknya berduel sampai salah satu diantara kami tak ada lagi yang sanggup berdiri. Muka saya memerah dan adrenalin saya tak terkendali. Namun ironisnya, si pengendara ini malah terlihat panik dan berlalu tanpa sepatah katapun. Saat itu juga saya tersadar bahwa orang-orang seperti ini adalah tipe pengecut yang hanya berani menggertak dan menghina.
Satu hal yang bisa kita jadikan pelajaran dari kisah di atas bahwa seseorang yang terlihat lemah dan seakan tak sanggup berbuat apa-apa justru bisa berubah sangat buas dan bringas saat kita sentuh titik paling sensitif dalam hidupnya. Oleh karnanya mulailah belajar menghargai dan tidak menyepelekan orang lain, sehebat dan setangguh apapun anda.
Untuk kedua kalinya saya kembali meminta maaf dan meminta kerendahan hatinya, namun sama sekali tak diindahkan, malah dia semakin nyolot dan lebih parahnya saya diajak berantem (berduel).
Tentu saja saya menolak karna merasa masalah ini terlalu sepele dan masih bisa diselesaikan dengan damai. Namun si pengendara ini terus mendesak walaupun teman yang diboncengnya berusaha menenangkan. Sayapun masih tenang dan berusaha berlalu tapi motor saya tetap saja dihadang. Saya sedikit memaksa hingga akhirnyapun lolos.
Baru beberapa meter saya berlalu, terdengar suara si pengendara ini menyahut keras dari belakang dan itu ditujukan untuk menghina ibu saya. Saat mendengar hinaan itu saya sangat marah, dan darah ini rasanya mendidih seketika. Saya sangat tidak terima saat ibu saya yang dilecehkan. Kesabaran ini rasanya habis hingga akhirnya saya berbalik arah.
Setelah berada tepat didepan si pengendara, saya turun dari motor dan mengajaknya berduel sampai salah satu diantara kami tak ada lagi yang sanggup berdiri. Muka saya memerah dan adrenalin saya tak terkendali. Namun ironisnya, si pengendara ini malah terlihat panik dan berlalu tanpa sepatah katapun. Saat itu juga saya tersadar bahwa orang-orang seperti ini adalah tipe pengecut yang hanya berani menggertak dan menghina.
Satu hal yang bisa kita jadikan pelajaran dari kisah di atas bahwa seseorang yang terlihat lemah dan seakan tak sanggup berbuat apa-apa justru bisa berubah sangat buas dan bringas saat kita sentuh titik paling sensitif dalam hidupnya. Oleh karnanya mulailah belajar menghargai dan tidak menyepelekan orang lain, sehebat dan setangguh apapun anda.